SIX SIGMA
Six
Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk mengganti Total Quality Management ( TQM ), sangat
terfokus terhadap pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi
perusahaan secara keseluruhan. Memiliki tujuan untuk, menghilangkan cacat
produksi, memangkas waktu pembuatan produk, dan mehilangkan biaya. Six sigma
juga disebut sistem komprehensive - maksudnya adalah strategi, disiplin ilmu,
dan alat - untuk mencapai dan mendukung kesuksesan bisnis.
Six
Sigma disebut strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan,
disebut disiplin ilmu karena mengikuti model formal,yaitu DMAIC ( Define, Measure,
Analyze, Improve, Control )dan alat karena digunakan bersamaan dengan yang
lainnya, seperti Diagram Pareto(Pareto Chart) dan Histogram.
Kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis, tergantung dari kemampuan
untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah.]
Kemampuan ini adalah hal fundamental dalam filosofi six sigma.
Six
sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik
dan perspektif metodologi.
Perspektif statistik
Yield
(probabilitas tanpa cacat)
|
DPMO
(defect permillion opportunity)
|
Sigma
|
30.9 %
|
690.000
|
1
|
69.2 %
|
308.000
|
2
|
93.3 %
|
66.800
|
3
|
99.4 %
|
6.210
|
4
|
99.98 %
|
320
|
5
|
99.9997
|
3.4
|
6
|
Perspektif metodologi
Six
Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan
peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).. DMAIC
merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer berjalan
dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan.
Define
adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan,
mengetahui CTQ (Critical to Quality).
Measure
adalah fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan (Y).
Analyze
adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X).
Improve
adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor penyebab
cacat.
Control
adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul.
Sejarah
Carl Frederick Gauss (1777-1885) adalah orang yang
pertama kali memperkenalkan konsep kurva normal dalam bidang statistik.
Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Walter
Shewhart pada tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 sigma dari nilai rata-rata
(mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalam sebuah proses.
Pada
akhir tahun 1970, Dr. Mikel Harry, seorang
insinyur senior pada Motorola's Government Electronics Group (GEG) memulai
percobaan untuk melakukan problem solving dengan menggunakan analisa statistik.
Dengan menggunakan cara tsb, GEG mulai menunjukkan peningkatan yang dramatis:
produk didesain dan diproduksi lebih cepat dengan biaya yg lebih murah. Metode
tersebut kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah berjudul "The Strategic
Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola" Dr. Mikel Harry kemudian
dibantu oleh Richard Schroeder, mantan
exekutive Motorola, menyusun suatu konsep perubahan manajemen ( change management
) yang didasarkan pada data. Hasil dari kerja sama tersebut adalah sebuah alat
pengukuran kualitas yg sederhana yg kemudian menjadi filosofi kemajuan bisnis,
yg dikenal dengan nama Six Sigma.
Perbedaan Six Sigma dan
Total Quality Management (TQM)
Thomas
Pyzdek, seorang konsultan implementasi Six Sigma dan penyusun buku "The
Six Sigma Handbook", pada bulan Februari 2001, menjelaskan adanya
perbedaan penting antara Six Sigma dan TQM yaitu, TQM hanya memberikan petunjuk
secara umum (sesuai dengan istilah manajemen yang digunakan dalam TQM).[butuh rujukan] Petunjuk
untuk TQM begitu umumnya sehingga hanya seorang pemimpin bisnis yang berbakat
yang mampu menterjemahkan TQM dalam operasional sehari-hari.[butuh rujukan] Secara
singkat, TQM hanya memberikan petunjuk filosofis tentang menjaga dan
meningkatkan kualitas, tetapi sukar untuk membuktikan keberhasilan pencapaian
peningkatan kualitas.
Kemudian
konsep Total Quality Control, pada tahun 1950, menunjukkan bahwa kualitas
produk bisa ditingkatkan dengan cara memperpanjang jangkauan standar kualitas
ke arah hulu, yaitu di area engineering dan purchasing.[butuh rujukan] Akan tetapi
ada beberapa kelemahan yang muncul pada pelaksanaan Total Quality Control yaitu
- Terlalu
fokus pada kualitas dan tidak memperhatikan isu bisnis kritis lainnya.
- Implementasi
Total Quality Control menciptakan pemahaman bahwa masalah kualitas adalah
masalahnya departemen Quality Control, padahal masalah kualitas biasanya
berasal dari ketidakmampuan departemen lain dalam perusahaan yg sama.
- Penekanan
umumnya pada standar minimum kualitas produk, bukan pada bagaimana meningkatkan
kinerja produk.
Six
Sigma dalam pelaksanaannya menunjukkan hal-hal menjadi solusi permasalahan di
atas :
- ·Menggunakan
isu biaya, cycle time dan isu bisnis
lainnya sebagai bagian yg harus diperbaiki.
- Six
sigma tidak menggunakan ISO 9000 dan Malcolm
Baldrige Criteria tetapi fokus pada penggunaan alat untuk mencapai
hasil yg terukur.
- Six
sigma memadukan semua tujuan organisasi dalam satu kesatuan. Kualitas hanyalah
salah satu tujuan, dan tidak berdiri sendiri atau lepas dari tujuan bisnis
lainnya.
- Six
sigma menciptakan agen perubahan (change agent) yg bukan bekerja di Quality
Department. Ban hijau (Green Belt) adalah para operator yg bekerja pada proyek
Six Sigma sambil mengerjakan tugasnya.
Faktor penting dalam
implementasi Six Sigma
Dukungan
dari Top level.[butuh rujukan] Six sigma
menawarkan pencapaian yang terukur yang tidak akan mampu ditolak oleh pemimpin
perusahaan, yang dikerjakan oleh seorang super star yg sangat tahu apa yg harus
dilakukan di bidangnya (Black Belt, Project Champion, Executive Champion)
Tim
yang hebat.[butuh rujukan] Para
Executive Champion, Deployment Champions, Project Champions, Master Black
Belts, Black Belts, dan Green Belts adalah orang-orang yg terlatih dengan baik
untuk mengerjakan proyek Six Sigma.
Training
yg berbeda dgn yg pernah ada.[butuh rujukan] Anggota
proyek Six Sigma adalah mereka yg pernah ditraining secara khusus dengan biaya
antara $15,000-$25,000 per Black Belt, yg akan dibayar melalui saving yg didapat
dari setiap proyek Six Sigma.
Alat
ukur yg baru, dengan menggunakan DPMO (Defects Per Million Opportunities) yang
berhubungan erat dgn Critical to Quality (CTC) yg diukur berdasarkan persepsi
customer, yg bisa dibandingkan antar departemen atau divisi dalam satu
perusahaan.
Tradisi
perusahaan yg baru, yaitu mempromosikan usaha untuk melakukan peningkatan
kualitas secara terus menerus.
Prosesnya
Langkah
pertama adalah pembuatan keputusan oleh manajemen senior untuk terlibat dalam
upaya tersebut. Karena akan membutuhkan sumber daya yang penting untuk
organisasi keputusan ini harus dibuat oleh eksekutif kepala dan laporan
langsung nya. Kemudian diadakan seminar eksekutif, biasanya satu sampai dua
hari, untuk tim eksekutif untuk mempelajari pendekatan dasar dan mendiskusikan
peran pribadi mereka. Salah satu peran penting adalah memilih
"Champions", manajer senior yang akan mengawasi kerja aktual dari
enam tim sigma. Perusahaan kemudian menyediakan kursus khusus untuk juara,
biasanya tiga sampai lima hari yang panjang. Selama kursus metode dasar Six
Sigma yang diperkenalkan dan Champions mulai bekerja keras saat para pemimpin
tim (sering disebut sabuk hitam) akan terlibat. Beberapa perusahaan menyebutnya
sebagai 'tim perbaikan proses' dan ' spesialis perbaikan proses ' tapi
singkatan ini kurang diperhatikan serta mulai ditinggalkan, kemudian muncul
istilah dalam karate "sabuk hitam" dan menjadi lebih populer.
Tingkatan Posisi Six Sigma
Tingkatan Posisi bagi orang dalam
Metodologi Six Sigma adalah :
1.
Champion / Sponsor (Top Management)
2.
Master Black Belt
3.
Black Belt
4.
Green Belt
5.
Team Members (Anggota Team)
6.
Proses Owner (Pemilik atau orang yang mengerjakan proses)
Pengetahuan
tentang Statistik wajib dimiliki bagi orang yang menggunakan Metodologi Six
Sigma ini terutama pada posisi Green Belt, Black Belt dan Master Black Belt.
Untuk mendapatkan sertifikasi Green Belt, Black Belt dan Master Black
Belt diperlukan pelatihan khusus dan di uji oleh badan penguji seperti ASQ
(Amerika Serikat) dan SQI (Singapura).
5 Tahap dalam Six Sigma (DMAIC)
Terdapat 5 Tahapan yang dipergunakan
Six Sigma dalam penyelesaian masalah dikenal dengan Metode DMAIC , yaitu :
1. DEFINE
Yaitu Tahap
pertama dalam Six Sigma untuk mendefinisikan dan menyeleksi permasalahan yang
akan diselesaikan beserta Biaya, manfaat dan dampak terhadap Pelanggan
(customer)
Alat-alat (Tools) yang digunakan
dalam tahapan Define ini antara lain :
-
Function Deployment Process Map
-
SIPOC Map (Diagram Supplier, Input,
Proses, Output dan Customer)
-
Pareto Chart
-
FMEA (Failure Mode Effect Analysis)
-
Affinity Diagram
-
Relation Diagram
-
Cause and Effect Analysis (Fishbone
Chart dan Cause and Effect Matrix)
2. MEASURE
Measurement
adalah Tahapan Pengukuran terhadap Permasalahan yang telah didefinisikan untuk
diselesaikan. Dalam tahap ini terdapat Pengambilan data yang kemudian Mengukur
Karakteristiknya serta kapabilitas dari proses pada saat ini untuk menentukan
langkah apa yang harus diambil untuk melakukan perbaikan dan peningkatan selanjutnya.
Alat-alat (Tools) yang digunakan
dalam tahapan Measurement adalah :
-
Cause and Effect Analysis (Fishbone
Chart dan Cause and Effect Matrix)
-
Probability Distributions
(Distribusi Probabiliti)
-
Basic Statistic seperti Mean,
Median dan Modus
-
Gage Reproducibility and
Repeatability (GR&R)
-
Process Capability
3. ANALYSIS
Tahapan
Analysis adalah tahapan untuk menemukan solusi untuk memecahkan masalah
berdasarkan Root Cause (Akar Penyebab) yang telah di-identikasikan. Di dalam
Tahapan ini, kita harus dapat menganalisis dan melakukan validasi
terhadap Akar Permasalahan (Root Causes) atau Solusi melalui
pernyataan-pernyataan Hypothesis.
Alat-alat (Tools) yang digunakan
dalam tahapan Analysis adalah :
-
Uji Hipotesis (Hypothesis Testing)
-
Regression
-
Correlation Analysis
-
ANOVA (Analysis of Variance)
-
Multi-Vari Analysis
-
Contingency Table
4. IMPROVE
Setelah
mendapat Akar Permasalahan dan Solusi serta men-validasi-nya, tahap selanjutnya
adalah melakukan tindakan perbaikan terhadap permasalahan tersebut dengan
melakukan pengujian dan percobaan untuk dapat meng-optimasi-kan solusi tersebut
sehingga benar-benar bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan yang kita
alami.
Di Tahap Improvement, alat yang
digunakan adalah DOE atau Design of Experiment yang terdiri dari :
-
Factorial Design
-
General Full Factorial Design
-
Fractional Factorial Design
5. CONTROL
Tujuan dari tahapan Control adalah untuk menetapkan
Standarisasi serta mengontrol dan mempertahankan Proses yang telah diperbaiki
dan ditingkatkan tersebut dalam jangka panjang dan mencegah potensi
permasalahan yang akan terjadi di kemudian hari ataupun ketika ada pergantian
proses, tenaga kerja maupun pergantian manajemen
sumber :